Perkembangan wabah telah menimbulkan berbagai dampak langsung di masyarakat begitu juga berjalannya suatu pemerintahan. Salah satu dampakanya adalah penundaan Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) serentak di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Pasal 201 Ayat 6 UU Pilkada mengatakan PILKADA dilaksanakan pada bulan September 2020. Penundaan pilkada tersebut berkaitan dengan penanggulangan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), sebagai bencana nasional perlu diambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa, baik di tingkat pusat maupun daerah termasuk perlunya dilakukan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota serentak tahun 2020 agar pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota, dan wakil wali kota tetap dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri. Kita ketahui bersama bahwa kegiaatan dan rangkain dari pilkada seperti kampanye dan pemungutan suara bertentangan dengan protocol penanganan dari covid 19.
Pada seminar online kali ini pemateri (Herdiansyah Hamzah) memberikan pandangannya, bahwa penundaaan pilkada setidaknya dapat dilihat dari 2 hal yakni terkait opsi waktu pelaksaaan dan anggaran pilkada. Pasal 206 ayat (1) UU Pilkada mengatur bahwa Pilkada 2020 harus dilaksanakan pada bulan September, sehingga membutuhkan payung hukum yang cepat untuk mengubah aturan tersebut dengan mengatur penundaan pilkada. Untuk waktu pelaksanaan pemerintah mengeluarkan 3 opsi yakni 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun. Dari ketiga opsi ini yang paling realisistis adalah opsi 1 tahun karena sampai sekarang belum diketahui kapan akan berakhirnya wabah covid 19 ini. Lantas muncul pertanyaan, bagaiamana dengan masa jabatan dari kepala daerah yang terpilih tentu tidak akan sampai 3 tahun lagi karena di tahun 2024 akan dilaksanakan pemilihan serentak. Terhadap masalah itu tentu akan diperlukan kesepakatan bersama kembali para pemangku kepentingan. Apakah pilkada serntaknya yang akan di undur atau ada opsi lain.
Bagian kedua terkait anggaran dari pilkada, berdasarkan pernyataan dari KPU bahwa sebagian anggaran untuk pilkada telah terpakai dan tentu jika pilkada ditunda anggaran tersebut tidak akan terpakai di tahun ini. Menurut Herdiansyah, anggaran sisa tahun ini sebaiknya dipakai dan difokuskan untuk kepentingan penangan wabah covid 19. Nanti Ketika penundaan dilakukan tahun depan maka disusun Kembali rancangan anggarannya. Kalau membaca didalam undang-undang pilkada, dituliskan bahwa unutk anggaran pelaksananaan pilkada memakai anggaran APBD dibantu dengan APBN. Karena ini merupakan wabah secara nasional, akan lebih baik jika menggunakan APBN dalam penyelenggaraan Pilkada yang tertunda tersebut. Dari opsi diatas maka dibutuhkan payung hukum yang cepat karena UU Pilkada tidak bisa lagi dijadikan dasar dalam melakukan penundaan pilkada di tahun 2020.